Djoko Susilo
Tempat/Tgl, Lahir: Madiun Jawa Timur, 7 Oktober 1960
Agama: Islam
Alamat Rumah: Jl. Cendrawasih Mas Blok A. 9 No. 1 RT 002, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jaga Karsa, Jakarta Selatan
Pendidikan:
Akademi Kepolisian (1984)
Organisasi/Politik: -
Karir/Pekerjaan:
Pama PD, Polda Jateng.
Pamapta, Porles Purbalingga.
Kapolsek Wonoreja.
Kapolres Cilacap.
Kapolrestro Bekasi.
Kapolres Jakarta Utara.
Kabag Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya.
Dirlantas Polda Metro Jaya.
Wadirlantas Polri.
Dirlantas Polri.
Kakorlantas Polri.
Gubernur Akademi kepolisian (Akpol)
Kasus:
Berawal dari pengakuan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang yang membeberkan masalah ini. Perusahaan yang dipimpinnya digandeng untuk membuat simulator SIM oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) milik Budi Susanto.
Berdasarkan keterangan Bambang, PT CMMA memenangi proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil itu senilai Rp 196,87 miliar. Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil 556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Sedangkan, PT CMMA membeli alat-alat itu ke PT ITI dengan harga total Rp 83 miliar.
Margin keuntungan yang terlalu besar inilah, yang dinilai oleh Erick tidak wajar. Biasanya, seorang penjual simulator ini hanya mengambil keuntungan 10-20 persen saja, tetapi penjualan yang dilakukan Budi itu sudah mencapai keuntungan 100 persen. Ada dugaan, Budi untung 116 miliar.
KPK langsung bergerak cepat. Setelah mengumpulkan bukti-bukti pada awal Januari 2012, KPK langsung mulai melakukan penyelidikan. Dan, orang pertama yang dibidik oleh KPK adalah Djoko Susilo.
Djoko diduga menerima suap sebesar Rp 57 miliar. dari Budi Susanto karena memuluskan proyek tersebut. Budi menang tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar.
28 September 2012: KPK memanggil Irjen Djoko Susilo untuk menjalani pemeriksaan pertama. Djoko menolak memenuhi panggilan itu dengan alasan penanganan kasus belum jelas. namun pada 5 Oktober 2012 Djoko memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya.
Upaya KPK menyidik kasus ini menimbulkan friksi dengan Polri yang juga menginginkan kewenangan untuk mengusut kasus tersebut. perseteruan kpk dengan Polri semakin meruncing ketika puluhan polisi + aparat berseragam preman menyerbu kantor KPK
Peristiwa penyerbuan polisi ke gedung KPK untuk meringkus salah seorang penyidik bernama Novel Baswedan, merupakan pertanda Cicak versus Buaya jilid dua akan terulang.
Tindakan polisi menangkap Novel Baswedan atas tuduhan pelanggaran hukum pada kasus yang terjadi 2004 lampau adalah bentuk mencari-cari kesalahan orang KPK. Pola kriminalisasi seperti ini sudah pernah dimunculkan saat Cicak vs Buaya jilid pertama terjadi dengan penangkapan Wakil Ketua KPK pada 2009, yakni Bibit Samad dan Chandra Hamzah.
Kapolri Jenderal Timur Pradopo harus segera mengusut perwira polisi yang memerintahkan penyerbuan ke KPK untuk menangkap Novel Baswedan Jumat 5 Oktober 2012 malam lalu. Perwira yang memerintahkannya, harus segera dicopot dan diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), kata SBY, dikutip dari REPUBLIKA.3 Desember 2013: KPK menahan Djoko di rumah tahanan cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta Selatan.
14 Januari 2013: KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencucian uang, Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana yang sama.
Ancaman hukuman Pasal 3 adalah pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Sedangkan Pasal 4 ancaman pidananya 20 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.
Kasus ini merupakan yang kedua bagi Djoko setelah dia menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.
Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan pasal TPPU ini digunakan "untuk menimbulkan efek jera.", Djoko diduga menyamarkan, mengubah bentuk, atau menyembunyikan harta kekayaannya yang diduga berasal dari hasil korupsi proyek simulator SIM dan kejahatan lainnya.
Dakwaan pertama:
Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Dakwaan kedua & ketiga:
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.
Vonis:
Jakarta, Rabu, 18 Desember 2013 Djoko Susilo divonis 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, & uang pengganti sebesar Rp. 32 miliar, dan pencabutan hak-hak politik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.