Latest Post

KPK Tak Hadir dalam Sidang Praperadilan Kasus Korupsi RS Sumber Waras

Sidang pertama praperadilan kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras oleh KPK digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (14/3) pukul 12.34 WIB. Agenda sidang adalah pembacaan permohonan praperadilan oleh pihak pemohon.

Sejumlah pemohon yang mengajukan praperadilan hadir dalam persidangan pertama ini. Di antaranya adalah koordinaor Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman selaku Pemohon III, dan tim kuasa hukum dari Mayjen TNI (Purn) Saurip Kadi selaku Pemohon I.

Akan tetapi, tim kuasa hukum KPK tidak menunjukkan batang hidungnya di pengadilan hari ini. Hakim tunggal Tursina Aftianti yang memimpin jalannya persidangan pun memutuskan untuk menunda sidang praperadilan hingga pekan depan.

"Termohon (KPK) hari ini tidak hadir, padahal sudah kami beri waktu pemanggilan yang panjang (sejak Februari). Nanti, termohon akan kami panggil lagi dengan waktu yang lebih pendek, dan sidang akan digelar kembali pada Senin 21 Maret 2016," kata Hakim Tursina yang disusul dengan pengetukan palu tanda berakhirnya sidang hari ini.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengaku kecewa atas ketidakhadiran KPK dalam persidangan perdana tersebut. Menurutnya, lembaga superbody itu telah memberi contoh yang sangat buruk kepada masyarakat dengan tidak menghadiri sidang praperadilan pada hari ini. Apalagi, surat panggilan oleh pengadilan sudah diberikan kepada KPK dalam waktu yang cukup panjang, yakni hampir satu bulan yang lalu.

"Mereka (KPK) menunjukkan contoh sikap pengecut. Berkirim surat ke pengadilan pun tidak, sehingga kami tidak tahu apa yang membuat mereka berhalangan hadir hari ini," ujar Boyamin.

MAKI mengajukan gugatan praperadilan terhadap KPK lantaran tidak segera diprosesnya penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RS Sumber Waras oleh lembaga antirasuah itu. Permohonan praperadilan tersebut masuk ke PN Jaksel pada 11 Februari lalu dan diregister dengan nomor 17/Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL.

MAKI juga mempersiapkan saksi dan ahli yang kompeten. MAKI sangat mengharapkan kedatangan Gubernur DKI sebagai saksi yang akan menjelaskan semua detail pengadaan lahan RS Sumber Waras. Langkah ini sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban di muka hukum sebagaimana dikehendaki semua pihak, termasuk Guberunur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.


Andi Arief Berikan Bukti Korupsi RS Sumber Waras


Mantan staf khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan bukti baru dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras. Andi Arief mengklaim memiliki bukti tersebut melalui akun Twitter-nya @AndiArief_AA.

Dalam kicauannya Andi Arief menulis,"BPK dan KPK sudah pegang sertifikat yang 20 Jt, yaitu sertifikat RS Sumber Waras status Hak Milik dan justru itu tidak dibeli Ahok," kicaunya.

Andi Arief juga berkicau,"Masih banyak yang belum memahami kasus Sumber Waras, karena dianggap sertifikatnya hanya satu. Kabarkan bahwa dua sertifikatnya,".

Andi Arief berulang kali menulis,"Saya Ulangi, ini tanah HGB yang dibeli Ahok. Ini Rp7 jt NJOP-nya, yang tdk dibeli Ahok yang di depan yang Rp20 jt,". Selanjutnya,"Saya bilang, kalau NJOP itu kan informasi umum. Tinggal BPK, KPK tanya ini sertifikat lokasi di mana NJOP berapa ke kantor pelayanan pajak".

Andi Arief tak henti berkicau,"Sertifikat yang dibeli Ahok atas nama Yayasan kesehatan Sumber Waras, NJOP 7 jt. Yang tidak dibeli yang 20 jt itu atas nama yayasan lain.".

Andi Arief pun menegaskan,"Ahok tidak membeli lahan RS Sumber Waras, dia membeli tanah sebelah rumah sakit sumber waras atas nama Yayasan kesehatan Sumber Waras.". Dalam kicauannya Andi Arief pun menulis,"Kalau debat sama Ahok cukup tanyakan satu hal saja: apa bedanya 7 Jt rupiah dengan 20 jt rupiah."

Di dalam Tweet-nya Andi Arief pun menegaskan,"Ahok bisa bohong, bumi tidak bisa bohong." Kicauan Andi Arief ini ditulisnya pada Minggu (13/3/2016).


Nama Lengkap: Ir. Izedrik Emir Moeis, M.Sc

Tempat/Tgl, Lahir: Jakarta, 27-Agustus-1950

Agama: Islam

Alamat Rumah: Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat

Pendidikan:
SR Perguruan Cikini 1962
SMPN Perguruan Cikini 1965
SMA Negeri 3 Jakarta 1968
Fak. Tehnik ITB 1975
Pasca sarjana UI
Doctoral Program M.I.T

Organisasi/Politik:
Anggota PII 1975
Ketua DPW PDIP Kalimantan Timur


Nama Lengkap : Drs. Ir. H. Sutan Bhatoegana Siregar, MM
Tempat/Tgl. Lahir : Pematang Siantar, 13 September 1957
Agama : Islam
Tempat Tinggal : Jl. Mahkota Pirus No. 21 Victoria RT 004/005 Ds. Babakan Madang Kec. Babakan Madang - Bogor (0816 840917)
Pendidikan :
SDN 12 Padang Sidempuan (1970),
STN 1 Pematang Siantar (1973),
STM I Medan (1976),
Akademi ATN - Yogyakarta (1982),
STIE Jakarta (1996),
STT NAS Yogyakarta (1997),
S2, STIM-J Jakarta (2004)
Organisasi / Politik :
Kasie II Yon v Mahakarta ATN Yogyakarta (1972-1992),
Anggota Dewan Pembina FKPPI Lhokseumawe,
Ketum Batak Islam Cilacap tahun 1990,

Sekretaris Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ORSAT Cilacap (1990),
Ketua Umum Batak Islam (1990-1992),
Ketum Alumni STTNAS Yogyakarta (1997),
Ketua Gerakan Penyelamat Bangsa (1999),
sekretarisi Forum Komunikasi Pendiri dan Deklarator (FKPD) Partai Demokrat,
Penasehat Generasi Muda Partai Demokrat (2004),
Wakil Sekretaris Jendral DPP Partai Demokrat (2001 -2005),
Anggota DPR RI (2004),
Anggota DPR RI Komisi VII (2009)

Karir :

Vice President PT. Timas Suplindo (Jkt),
Managing Director PT. Delta Matra Teknik,
Managing Director PT. Mahkota Agung Pratama,
Komisaris PT. Browindo Binanusa (Jkt),
Direktur Operasi PT. Andaru Puspita (Indramayu),
Site Manager, General Manager - PT. Teras Teknik Perdana Jakarta
Kasus :
Pada hari Kamis (23/1/2014) Sutan Bhatoegana memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) kepadanya sebagaimana dikatakan mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini.
14 Mei 2014, Sutan secara resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Politisi Partai Demokrat ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) di Kementerian ESDM.


Nama Lengkap: Hj. Ratu Atut Chosiyah SE

Tempat/Tanggal Lahir: Serang, Banten, 16 Mei 1962

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Bhayangkara No 51, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten.

Pendidikan:
SD Negeri Gumulung (1974)
SLTP Negeri 11 Bandung (1977)
SMA Negeri 12 Bandung (1981)
Akuntansi Perbankan (1984)
Manajemen, Universitas Borobudur (2004)


Organisasi/Politik:
Angkatan Muda Sliwangi Propinsi Banten.
Wakil Bendahara Pengurus Persatuan Ahli Administrasi Indonesia Propinsi Banten.
Ketua Asosiasi Distributor Indonesia (ARDIN) Provinsi Banten.
Anggota Gabungan Pengusah Seoluruh Indonesia (Gapensi) Kabuapten Serang.
Anggota Kamasyasya Bandung.
Dewan Penasehat Asosiasi Kontraktor Air Indonesia (AKAIDO) Provinsi Banten.
Bendahara Persatuan Pendekar dan Seni Budaya Banten Provinsi Jawa Barat (Bendahara).
Ketua Asosiasi Aspal Beton Indonesia (AAB) Provinsi Jawa Barat.
Dewan Penasehat Tabloit Bisnis Indonesia.
Anggota Banten Bisnis center Provinsi Banten.
Ketua Korda Bendahara Persatuan Pendekar dan Seni Budaya Banten Provinsi Jawa Barat.
Wakil Bendahara DPP Partai Golkar itu.
Bendahara Pengurus Pusat Kesatuan Perempuan Partai Golkar.

Karir:
Anggota Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten.
Wakil Gubernur Banten ke-1 (2002-2005)
Gubernur Banten Pelaksana Tugas (2005-2007), mengantikan djoko Munandar yang terlibat kasus korupsi.
Gubernur Banten ke-3 (2007-2014)

Kasus:
Ratu Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana (Wawan) diduga korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) Provinsi Banten sebesar Rp 30,39 miliar, dan memberikan suap kepada Akil Mochtar terkait penanganan sengketa pilkada Lebak Banten, sebesar Rp 1 miliar dan resmi ditetapkan sebagai tersangka.
Atut dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 nomor 1 KUHP.

Nama Lengkap: H. Tubagus Chaeri Wardana Chasan

Tempat/tgl.Lahir: Serang - Banten, 21 mei 1969

Agama: Islam

Tempat Tinggal:
Jl Denpasar IV No. 35 Jakarta Selatan
Jl Denpasar II No. 43 Jakarta Selatan

Pendidikan: -

Organisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Pemilik PT Bali Pasific Pragama
Pemilik PT Adcha Mandiri
Pemilik PT Waliman Nugraha Jaya
Pemilik PT Marbago
Pemilik PT Buana Wardana Utama
Pemilik CV Bina Sadaya

Djoko Susilo Nama Lengkap: Drs. Djoko Susilo S.H., M.Si

Tempat/Tgl, Lahir: Madiun Jawa Timur, 7 Oktober 1960

Agama: Islam

Alamat Rumah: Jl. Cendrawasih Mas Blok A. 9 No. 1 RT 002, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jaga Karsa, Jakarta Selatan

Pendidikan:
Akademi Kepolisian (1984)

Organisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Pama PD, Polda Jateng.
Pamapta, Porles Purbalingga.
Kapolsek Wonoreja.
Kapolres Cilacap.
Kapolrestro Bekasi.
Kapolres Jakarta Utara.
Kabag Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya.
Dirlantas Polda Metro Jaya.
Wadirlantas Polri.
Dirlantas Polri.
Kakorlantas Polri.
Gubernur Akademi kepolisian (Akpol)

Kasus:
Berawal dari pengakuan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang yang membeberkan masalah ini. Perusahaan yang dipimpinnya digandeng untuk membuat simulator SIM oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) milik Budi Susanto.

Berdasarkan keterangan Bambang, PT CMMA memenangi proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil itu senilai Rp 196,87 miliar. Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil 556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Sedangkan, PT CMMA membeli alat-alat itu ke PT ITI dengan harga total Rp 83 miliar.

Margin keuntungan yang terlalu besar inilah, yang dinilai oleh Erick tidak wajar. Biasanya, seorang penjual simulator ini hanya mengambil keuntungan 10-20 persen saja, tetapi penjualan yang dilakukan Budi itu sudah mencapai keuntungan 100 persen. Ada dugaan, Budi untung 116 miliar.

KPK langsung bergerak cepat. Setelah mengumpulkan bukti-bukti pada awal Januari 2012, KPK langsung mulai melakukan penyelidikan. Dan, orang pertama yang dibidik oleh KPK adalah Djoko Susilo.

Djoko diduga menerima suap sebesar Rp 57 miliar. dari Budi Susanto karena memuluskan proyek tersebut. Budi menang tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar.

28 September 2012: KPK memanggil Irjen Djoko Susilo untuk menjalani pemeriksaan pertama. Djoko menolak memenuhi panggilan itu dengan alasan penanganan kasus belum jelas. namun pada 5 Oktober 2012 Djoko memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya.

Upaya KPK menyidik kasus ini menimbulkan friksi dengan Polri yang juga menginginkan kewenangan untuk mengusut kasus tersebut. perseteruan kpk dengan Polri semakin meruncing ketika puluhan polisi + aparat berseragam preman menyerbu kantor KPK

Peristiwa penyerbuan polisi ke gedung KPK untuk meringkus salah seorang penyidik bernama Novel Baswedan,  merupakan pertanda Cicak versus Buaya jilid dua akan terulang.
Tindakan polisi menangkap Novel Baswedan atas tuduhan pelanggaran hukum pada kasus yang terjadi 2004 lampau adalah bentuk mencari-cari kesalahan orang KPK. Pola kriminalisasi seperti ini sudah pernah dimunculkan saat Cicak vs Buaya jilid pertama terjadi dengan penangkapan Wakil Ketua KPK pada 2009, yakni Bibit Samad dan Chandra Hamzah.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo harus segera mengusut perwira polisi yang memerintahkan penyerbuan ke KPK untuk menangkap Novel Baswedan Jumat 5 Oktober 2012 malam lalu. Perwira yang memerintahkannya, harus segera dicopot dan diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), kata SBY, dikutip dari REPUBLIKA.
3 Desember 2013: KPK menahan Djoko di rumah tahanan cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta Selatan.

14 Januari 2013: KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencucian uang, Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana yang sama.
Ancaman hukuman Pasal 3 adalah pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Sedangkan Pasal 4 ancaman pidananya 20 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.

Kasus ini merupakan yang kedua bagi Djoko setelah dia menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.
Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan pasal TPPU ini digunakan "untuk menimbulkan efek jera.", Djoko diduga menyamarkan, mengubah bentuk, atau menyembunyikan harta kekayaannya yang diduga berasal dari hasil korupsi proyek simulator SIM dan kejahatan lainnya.

Dakwaan pertama:
Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dakwaan kedua & ketiga:
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Vonis:
Jakarta, Rabu, 18 Desember 2013 Djoko Susilo divonis 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, & uang pengganti sebesar Rp. 32 miliar, dan pencabutan hak-hak politik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Nama Lengkap: Neneng Sri Wahyuni

Tempat/Tgl, Lahir: Pekanbaru Riau, 15 Februari 1982

Tempat Tinggal: Jalan Pejaten Raya nomor 7, Jakarta Selatan

Agama: Islam

Pendidikan: -

Oranisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Direktur Keuangan PT. Permai Group
Direktur Utama PT Anugrah Nusantara

Kasus/Kronologi:
Neneng menjadi buruan KPK karena dia diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Keterlibatan Neneng diketahui saat KPK mengusut kasus korupsi proyek PLTS dengan tersangka Timas Ginting,  ia seorang Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi di Kemenakertrans.

Dalam persidangan Timas, terungkap peran Neneng dalam kasus ini. Timas terbukti bersalah melakukan penunjukan langsung atas PT Alfindo Nuratama Perkasa dalam proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Kemenakertrans tahun 2008 yang menggunakan anggaran negara sebesar Rp8,93 miliar.
Dalam perkara itu, diketahui peran Neneng sebagai penghubung antara PT Alfindo dan PT Sundaya Indonesia sebagai perusahaan sub kontrak dalam proyek itu.

KPK pun akhirnya menetapkan Neneng sebagai tersangka sejak Agustus 2011. "Status Neneng sudah tersangka," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam konperensi pers di Kantor KPK, Minggu dini hari, 14 Agustus 2011.
Neneng sempat ikut mendampingi suaminya dalam pelarian ke berbagai negara sejak 23 Mei 2011. Menurut keterangan penyidik yang menjemput Nazaruddin, Neneng termasuk salah satu dari tiga orang yang terdeteksi bepergian bersama Nazaruddin.
Namun, hingga Nazaruddin ditangkap di Kolombia pada Agustus 2011, Neneng tidak terlihat. Meski demikian, KPK melihat ada sejumlah orang yang ikut mendampingi Nazar saat itu. "Ada tiga orang yang mendampingi yakni Nasir, Neneng, dan Gareth," ujar Rohadi Imam Santoso, anggota tim pemburu Nazaruddin dari Ditjen Imigrasi. Neneng dan Gareth tercatat meninggalkan Kolombia pada tanggal 28 Juli 2011.
Setelah itu jejaknya tidak jelas, Terakhir Neneng diduga berada di  Singapura namun ada juga yang mengatakan ia berada di Malaysia.

Istri mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, resmi ditetapkan sebagai buronan interpol. Foto dan biodata Neneng telah tercatat di situs interpol sebagai orang yang diburu jaringan polisi internasional di 190 negara.

Akhirnya pada 12 Juni 2012, KPK mengetahui secara pasti keberadaan Neneng. Dia berada di sebuah apartemen di Kuala Lumpur, Malaysia. Neneng diketahui berada di Malaysia sejak 2011.
Perjalanan buron Neneng pun berakhir saat mengunjungi rumahnya di Jalan Pejaten Raya nomor 7. Penyidik KPK langsung menangkap Neneng dan kemudian dilakukan pemeriksaan di KPK.

Dalam analisa yuridis tuntutan, Neneng bersama Muhammad Nazaruddin, Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad dan Timas Ginting, tebukti melawan hukum dengan melakukan intervensi terhadap pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang pada kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS pada tahun 2008.

Terdakwa sejak awal dengan tujuan memenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa mempengaruhi panitia pembuat komitmen melalui Marisi Matondang, Mindo Rosa Manulang, padahal PT Alfindo tidak memenuhi persyaratan, sebut jaksa
Selain itu, Neneng yang bekerja di PT Anugrah Nusantara ikut terlibat mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pemenang tender proyek kepada PT Sundaya dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengadaan dan pemasangan PLTS. Hal ini bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah

Dapat disimpulkan terdakwa selaku Direktur Keuangan Anugrah Nusantara mengetahui pada 2008 PT Anugrah mengerjakan proyek PLTS dengan meminjam PT Alfindo Nuratama Perkasa, sebut jaksa.
Dalam proyek ini, Neneng mendapat keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek. Sementara kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,7 miliar.
Neneng Sri Wahyuni dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Istri Nazaruddin ini dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni Neneng memperoleh keuntungan secara tidak sah, berbelit-belit, tidak merasa bersalah dan tidak berterus terang."Terdakwa juga pernah melarikan diri dari Indonesia," kata jaksa Ferry.
Sedangkan hal yang meringankan yaitu, Neneng sebagai ibu rumah tangga memiliki tanggungan 3 anak kecil dan belum pernah dihukum.

Vonis:

Jakarta, Selasa, 17 September 2013 Neneng Sri Wahyuni divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 6 bulan & uang pengganti sebesar Rp 2.6 miliar.
Ketua Majelis Hakim Ahmad Sobari dan Hakim Anggota Hamuntal Pane, Moch. Hatta, As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi, menyatakan Neneng Sri Wahyuni secara sah dan meyakinkan melanggar :
Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ko. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ahmad Fathanah
Nama Lengkap: Ahmad Fathanah

Tempat/Tgl, Lahir: Makassar, Sulawesi Selatan, 15 Januari 1966

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Perumahan Pesona Khayangan Blok BS Nomor 5, Kota Depok, Jawa Barat.

Pendidikan: Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University (1985)

Organisasi/Politik:

Karir/Pekerjaan:

Nama Lengkap: Mochtar Mohamad

Tempat/Tgl, Larir: Gorontalo, 26 Oktober 1964

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Jl. Ahmad Yani No 1 Bekasi Timur Jawa Barat

Pendidikan: -

Organisasi/Politik:
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi

Karir/Pekerjaan:
Walikota Bekasi (2008-2013)

kasus:

Nama Lengkap: Angelina Patricia Pingkan Sondakh

Tempat/Tgl,Lahir: Armidale, Australia 28 Desember 1977

Agama: Islam (mualaf)

Tempat Tinggal: Komplek Taman Cilandak 2 No. 14 di Jakarta Selatan

Pendidikan:
SD Laboratorium IKIP Manado (1983-1989)
SMP Katolik Pax Christi Manado (1989-1992)
Preesbyterian Ladies College (SLTA)
SydneySMA Negeri II Manado (1995-1996)
Universitas Katolik Atmajaya (1996-2000)
S-2 Komunikasi Politik Universitas Indonesia

Nama Lengkap: Dendy Prasetya Zulkarnaen Putra

Tempat/Tgl, Lahir: -

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Jl. Kasuari IV, Kelurahan Jati Cempaka Bekasi, Jawa Barat.

Pendidikan: -

Organisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia
Direktur Utama PT Adhi Aksara Abadi Indonesia

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Museum Koruptor. Powered by Blogger.