June 2014

Djoko Susilo Nama Lengkap: Drs. Djoko Susilo S.H., M.Si

Tempat/Tgl, Lahir: Madiun Jawa Timur, 7 Oktober 1960

Agama: Islam

Alamat Rumah: Jl. Cendrawasih Mas Blok A. 9 No. 1 RT 002, RW 01 Kelurahan Tanjung Barat, Kecamatan Jaga Karsa, Jakarta Selatan

Pendidikan:
Akademi Kepolisian (1984)

Organisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Pama PD, Polda Jateng.
Pamapta, Porles Purbalingga.
Kapolsek Wonoreja.
Kapolres Cilacap.
Kapolrestro Bekasi.
Kapolres Jakarta Utara.
Kabag Regident, Ditlantas Polda Metro Jaya.
Dirlantas Polda Metro Jaya.
Wadirlantas Polri.
Dirlantas Polri.
Kakorlantas Polri.
Gubernur Akademi kepolisian (Akpol)

Kasus:
Berawal dari pengakuan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukotjo S Bambang yang membeberkan masalah ini. Perusahaan yang dipimpinnya digandeng untuk membuat simulator SIM oleh PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) milik Budi Susanto.

Berdasarkan keterangan Bambang, PT CMMA memenangi proyek simulator kemudi sepeda motor dan mobil itu senilai Rp 196,87 miliar. Masing-masing untuk motor sebanyak 700 unit senilai Rp 54,453 miliar dan mobil 556 unit senilai Rp 142,415 miliar. Sedangkan, PT CMMA membeli alat-alat itu ke PT ITI dengan harga total Rp 83 miliar.

Margin keuntungan yang terlalu besar inilah, yang dinilai oleh Erick tidak wajar. Biasanya, seorang penjual simulator ini hanya mengambil keuntungan 10-20 persen saja, tetapi penjualan yang dilakukan Budi itu sudah mencapai keuntungan 100 persen. Ada dugaan, Budi untung 116 miliar.

KPK langsung bergerak cepat. Setelah mengumpulkan bukti-bukti pada awal Januari 2012, KPK langsung mulai melakukan penyelidikan. Dan, orang pertama yang dibidik oleh KPK adalah Djoko Susilo.

Djoko diduga menerima suap sebesar Rp 57 miliar. dari Budi Susanto karena memuluskan proyek tersebut. Budi menang tender pengadaan 700 simulator sepeda motor senilai Rp 54,453 miliar dan 556 simulator mobil senilai Rp 142,415 miliar.

28 September 2012: KPK memanggil Irjen Djoko Susilo untuk menjalani pemeriksaan pertama. Djoko menolak memenuhi panggilan itu dengan alasan penanganan kasus belum jelas. namun pada 5 Oktober 2012 Djoko memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk pertama kalinya.

Upaya KPK menyidik kasus ini menimbulkan friksi dengan Polri yang juga menginginkan kewenangan untuk mengusut kasus tersebut. perseteruan kpk dengan Polri semakin meruncing ketika puluhan polisi + aparat berseragam preman menyerbu kantor KPK

Peristiwa penyerbuan polisi ke gedung KPK untuk meringkus salah seorang penyidik bernama Novel Baswedan,  merupakan pertanda Cicak versus Buaya jilid dua akan terulang.
Tindakan polisi menangkap Novel Baswedan atas tuduhan pelanggaran hukum pada kasus yang terjadi 2004 lampau adalah bentuk mencari-cari kesalahan orang KPK. Pola kriminalisasi seperti ini sudah pernah dimunculkan saat Cicak vs Buaya jilid pertama terjadi dengan penangkapan Wakil Ketua KPK pada 2009, yakni Bibit Samad dan Chandra Hamzah.

Kapolri Jenderal Timur Pradopo harus segera mengusut perwira polisi yang memerintahkan penyerbuan ke KPK untuk menangkap Novel Baswedan Jumat 5 Oktober 2012 malam lalu. Perwira yang memerintahkannya, harus segera dicopot dan diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), kata SBY, dikutip dari REPUBLIKA.
3 Desember 2013: KPK menahan Djoko di rumah tahanan cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Guntur Kodam Jaya, Jakarta Selatan.

14 Januari 2013: KPK menetapkan Djoko sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pencucian uang, Pasal 3 dan atau Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian Pasal 3 Ayat 1 dan atau Pasal 6 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana yang sama.
Ancaman hukuman Pasal 3 adalah pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar. Sedangkan Pasal 4 ancaman pidananya 20 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.

Kasus ini merupakan yang kedua bagi Djoko setelah dia menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) di Korlantas Polri.
Juru bicara KPK Johan Budi mengatakan pasal TPPU ini digunakan "untuk menimbulkan efek jera.", Djoko diduga menyamarkan, mengubah bentuk, atau menyembunyikan harta kekayaannya yang diduga berasal dari hasil korupsi proyek simulator SIM dan kejahatan lainnya.

Dakwaan pertama:
Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Dakwaan kedua & ketiga:
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP.

Vonis:
Jakarta, Rabu, 18 Desember 2013 Djoko Susilo divonis 18 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar, & uang pengganti sebesar Rp. 32 miliar, dan pencabutan hak-hak politik untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Nama Lengkap: Neneng Sri Wahyuni

Tempat/Tgl, Lahir: Pekanbaru Riau, 15 Februari 1982

Tempat Tinggal: Jalan Pejaten Raya nomor 7, Jakarta Selatan

Agama: Islam

Pendidikan: -

Oranisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Direktur Keuangan PT. Permai Group
Direktur Utama PT Anugrah Nusantara

Kasus/Kronologi:
Neneng menjadi buruan KPK karena dia diduga terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Keterlibatan Neneng diketahui saat KPK mengusut kasus korupsi proyek PLTS dengan tersangka Timas Ginting,  ia seorang Pejabat Pembuat Komitmen Direktorat Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi di Kemenakertrans.

Dalam persidangan Timas, terungkap peran Neneng dalam kasus ini. Timas terbukti bersalah melakukan penunjukan langsung atas PT Alfindo Nuratama Perkasa dalam proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Kemenakertrans tahun 2008 yang menggunakan anggaran negara sebesar Rp8,93 miliar.
Dalam perkara itu, diketahui peran Neneng sebagai penghubung antara PT Alfindo dan PT Sundaya Indonesia sebagai perusahaan sub kontrak dalam proyek itu.

KPK pun akhirnya menetapkan Neneng sebagai tersangka sejak Agustus 2011. "Status Neneng sudah tersangka," kata Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam konperensi pers di Kantor KPK, Minggu dini hari, 14 Agustus 2011.
Neneng sempat ikut mendampingi suaminya dalam pelarian ke berbagai negara sejak 23 Mei 2011. Menurut keterangan penyidik yang menjemput Nazaruddin, Neneng termasuk salah satu dari tiga orang yang terdeteksi bepergian bersama Nazaruddin.
Namun, hingga Nazaruddin ditangkap di Kolombia pada Agustus 2011, Neneng tidak terlihat. Meski demikian, KPK melihat ada sejumlah orang yang ikut mendampingi Nazar saat itu. "Ada tiga orang yang mendampingi yakni Nasir, Neneng, dan Gareth," ujar Rohadi Imam Santoso, anggota tim pemburu Nazaruddin dari Ditjen Imigrasi. Neneng dan Gareth tercatat meninggalkan Kolombia pada tanggal 28 Juli 2011.
Setelah itu jejaknya tidak jelas, Terakhir Neneng diduga berada di  Singapura namun ada juga yang mengatakan ia berada di Malaysia.

Istri mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni, resmi ditetapkan sebagai buronan interpol. Foto dan biodata Neneng telah tercatat di situs interpol sebagai orang yang diburu jaringan polisi internasional di 190 negara.

Akhirnya pada 12 Juni 2012, KPK mengetahui secara pasti keberadaan Neneng. Dia berada di sebuah apartemen di Kuala Lumpur, Malaysia. Neneng diketahui berada di Malaysia sejak 2011.
Perjalanan buron Neneng pun berakhir saat mengunjungi rumahnya di Jalan Pejaten Raya nomor 7. Penyidik KPK langsung menangkap Neneng dan kemudian dilakukan pemeriksaan di KPK.

Dalam analisa yuridis tuntutan, Neneng bersama Muhammad Nazaruddin, Marisi Matondang, Mindo Rosalina Manulang, Arifin Ahmad dan Timas Ginting, tebukti melawan hukum dengan melakukan intervensi terhadap pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang pada kegiatan pengadaan dan pemasangan PLTS pada tahun 2008.

Terdakwa sejak awal dengan tujuan memenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa mempengaruhi panitia pembuat komitmen melalui Marisi Matondang, Mindo Rosa Manulang, padahal PT Alfindo tidak memenuhi persyaratan, sebut jaksa
Selain itu, Neneng yang bekerja di PT Anugrah Nusantara ikut terlibat mengalihkan pekerjaan utama dari PT Alfindo Nuratama Perkasa sebagai pemenang tender proyek kepada PT Sundaya dalam proses pelaksanaan pekerjaan pengadaan dan pemasangan PLTS. Hal ini bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah

Dapat disimpulkan terdakwa selaku Direktur Keuangan Anugrah Nusantara mengetahui pada 2008 PT Anugrah mengerjakan proyek PLTS dengan meminjam PT Alfindo Nuratama Perkasa, sebut jaksa.
Dalam proyek ini, Neneng mendapat keuntungan Rp 2,2 miliar dari proyek. Sementara kerugian keuangan negara mencapai Rp 2,7 miliar.
Neneng Sri Wahyuni dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Istri Nazaruddin ini dinilai terbukti melakukan korupsi dalam proyek pengadaan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni Neneng memperoleh keuntungan secara tidak sah, berbelit-belit, tidak merasa bersalah dan tidak berterus terang."Terdakwa juga pernah melarikan diri dari Indonesia," kata jaksa Ferry.
Sedangkan hal yang meringankan yaitu, Neneng sebagai ibu rumah tangga memiliki tanggungan 3 anak kecil dan belum pernah dihukum.

Vonis:

Jakarta, Selasa, 17 September 2013 Neneng Sri Wahyuni divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider 6 bulan & uang pengganti sebesar Rp 2.6 miliar.
Ketua Majelis Hakim Ahmad Sobari dan Hakim Anggota Hamuntal Pane, Moch. Hatta, As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi, menyatakan Neneng Sri Wahyuni secara sah dan meyakinkan melanggar :
Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ko. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Ahmad Fathanah
Nama Lengkap: Ahmad Fathanah

Tempat/Tgl, Lahir: Makassar, Sulawesi Selatan, 15 Januari 1966

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Perumahan Pesona Khayangan Blok BS Nomor 5, Kota Depok, Jawa Barat.

Pendidikan: Imam Muhammad Ibn Saud Islamic University (1985)

Organisasi/Politik:

Karir/Pekerjaan:

Nama Lengkap: Mochtar Mohamad

Tempat/Tgl, Larir: Gorontalo, 26 Oktober 1964

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Jl. Ahmad Yani No 1 Bekasi Timur Jawa Barat

Pendidikan: -

Organisasi/Politik:
Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi

Karir/Pekerjaan:
Walikota Bekasi (2008-2013)

kasus:

Nama Lengkap: Angelina Patricia Pingkan Sondakh

Tempat/Tgl,Lahir: Armidale, Australia 28 Desember 1977

Agama: Islam (mualaf)

Tempat Tinggal: Komplek Taman Cilandak 2 No. 14 di Jakarta Selatan

Pendidikan:
SD Laboratorium IKIP Manado (1983-1989)
SMP Katolik Pax Christi Manado (1989-1992)
Preesbyterian Ladies College (SLTA)
SydneySMA Negeri II Manado (1995-1996)
Universitas Katolik Atmajaya (1996-2000)
S-2 Komunikasi Politik Universitas Indonesia

Nama Lengkap: Dendy Prasetya Zulkarnaen Putra

Tempat/Tgl, Lahir: -

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Jl. Kasuari IV, Kelurahan Jati Cempaka Bekasi, Jawa Barat.

Pendidikan: -

Organisasi/Politik: -

Karir/Pekerjaan:
Direktur Utama PT Karya Sinergi Alam Indonesia
Direktur Utama PT Adhi Aksara Abadi Indonesia

Nama Lengkap: Drs. H. Zulkarnaen Djabar MA

Tempat/Tgl,Lahir: Padang, Sumatera Barat, 19 September 1953

Agama: Islam

Tempat Tinggal: Jl.Merak No.17 Rt.004/012 Kel Jatiwaringin Pondok Gede, Bekasi, Jawa Barat

Pendidikan:
S1 IAIN Jakarta (1978)
S2 Bid.Ekonomi Islam Universitas Islam Asia Afrika, Jakarta (2001)

Organisasi/Politik:
Sekretaris DPD Golkar Tk 1 DKI Jakarta (1984-1988)
Ketua KNPI DKI Jakarta (1982-1985)


Nama Lengkap: Chairun Nisa

Tempat/Tgl Lahir: Surakarta - jawa tengah 27 Desember 1958

Agama: Islam

Tempat Tinggal: -

Pendidikan:
S1 IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
S3 Program Doktor Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

Organisasi/Politik:
Wakil Ketua DPD Alhidayah Tingkat I Kalteng (1985-1995)
Bendahara Majelis Ulama Indonesia (2010-2015)
(LPPOM) Majeils Ulama Indonesia

Karir/Pekerjaan:
Dosen di Universitas Palangkaraya (1983-1999)
Mantan Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Anggota Fraksi Golkar
Anggota DPR RI (1997-2009)
anggota DPR RI Komisi VIII (2009-2014)

Kasus:
Chairun Nisa terbukti menjadi perantara pemberi suap Rp3 miliar dari Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, dan pengusaha Cornelis Nalau Antun, kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.

Vonis:
Jakarta, Kamis (27/3/2014) Chairu Nisa di vonis 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim Suwidya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menyatakan, Chairun Nisa secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan alternatif kedua, Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Nama Lengkap: Drs. Hambit Bintih, MM

Tempat/Tgl,Lahir: Tumbang Kajuaei, Gunung Mas, Kal-Teng 12 Februari 1958

Agama: Kristen Protestan

Temapat Tinggal: Jl. Tjilik Riwut KM.5, Kuala kurun, Palangkaraya, Kal-Teng

Pendidikan:
SD Negeri Tumbang Kajuei (1970)
SMP Negeri 2 Palangka Raya (1973)
SMA Negeri 1 Palangka Raya (1976)
Fakultas Ekonomi Universitas Palangka Raya(1982)
Magister Manajemen Universitas Dr. SoetomoSurabaya (2002)

Author Name

Contact Form

Name

Email *

Message *

Museum Koruptor. Powered by Blogger.